Tingkat kehijauan suatu bangunan atau kawasan harus dapat diposisikan dalam level yang dapat dimengerti atau diukur oleh suatu acuan (standar) tertentu. Diperlukan suatu alat ukur dan tolok ukur untuk mengukur level kehijauan suatu bangunan atau kawasan. Berbagai acuan, alat ukur, dan standar telah banyak dirumuskan di negara-negara maju untuk mengukur tingkat kehijauan suatu rancangan kawasan dan bangunan.
Tingkat hijau suatu bangunan atau proyek diukur berdasarkan beberapa kriteria atau parameter, yakni efisiensi penggunaan energi (energy efficiency), efisiensi penggunaan air (water efficiency), perlindungan terhadap lingkungan (environmentla protection), kualitas fisik ruang dalam (inddor environmental quality), aspek hijau lainnya dan inovasi desain (other green features and innovation). (Arsitektur Hijau, Tri Harso Karyono, 2010)
Sektor penting yang sangat berpengaruh dalam konsep arsitektur hijau adalah pelestarian sumber daya alam, diantaranya adalah penggunaan energi BBM. Bangunan berperan sebagai alat untuk mencapai kenyamanan fisik manusia dengan cara memodifikasi lingkungan alamiyah yang tidak diinginkan menjadi lingkungan buatan yang nyaman. Bangunan merupakan 'filter' (penyaring) faktor-faktor alamiah yang menyebabkan ketidaknyamanan: hujan, terik matahari, angin kencang, udara panas tropis agar tidak masuk ke dalam rumah.
Untuk memodifikasi faktor iklim yang tidak dikehendaki tidak sedikit bangunan harus dilengkapi dengan peralatan mekanis. Udara luar yang panas dimodifikasi oleh bangunan dengan bantuan mesin AC menjadi udara dingin. Dalam hal ini dibutuhkan energi listrik untuk menggerakan mesin AC. demikian juga halnya bagi penerangan malam hari atau ketika langit mendung, diperlukan energi listrik untuk lampu penerang.
Cukup banyak bangunan di Indonesia yang dirancang tanpa pertimbangan penghematan energi sehingga berkonsekuensi terhadap tingginya biaya operasional listrik setiap bulannya. Jika bangunan dirancang tanpa pertimbangan energi, maka kesulitan akan muncul dikemudian hari, yakni dalam hal menanggulangi beban operasional listrik yang tinggi serta emisi CO2 dari mesin pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar minyak bumi.
Penghematan energi melalui rancangan arsitektur mengarah pada penghematan penggunaan listrik, baik bagi pendinginan udara, penerangan buatan, atau peralatan listrik lain dalam bangunan. Bagaimana bangunan dirancang sedemikian rupa agar ruangan cukup terang tanpa banyak menggunakan lampu dan agar udara dalam ruang dapat sejuk tanpa bantuan mesin AC.
Bagaimana penerangan dan pendinginan udara dapat dilakukan secara alamiah tanpa menggantungkan peralatan listrik yang konsumtif terhadap energi yang bersumber dari energi fosil. Dengan strategi perancangan yang tepat, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi listrik yang bersumber dari energi fosil.
Hemat energi sebagai bagian penting dalam usaha merancang arsitektur hijau lebih merujuk pada penghematan energi yang tidak terbarukan. Penghematan ini dapat berupa penekanan penggunaan energi (listrik) yang bersumber dari energi fosil, sebagian besar area kota tertutup material keras, suhu udara kota menjadi lebih tinggi dibanding kawasan rural di sekelilingnya. Fenomena yang sering disebut sebagai heat urban island ini menjelaskan bahwa area fisik kota seolah menjadi sebuah pulau yang memancarkan panas di tengah hamparan kehijauan kawasan rural. Bagaimana agar fenomena ini berkurang, dalam arti suhu udara kota tidak jauh berbeda dengan suhu udara kawasan rural atau desa sekitarnya.
Dalam proses fotosintesis di atas tampak bahwa sejumlah panas matahari digunakan untuk mengikat CO2 dengan air, akibatnya suhu udara disekitar tumbuhan turun. Dalam hai ini keberadaan tumbuhan secara langsung atau tidak langsung akan menurunkan suhu udara di sekitarnya, karena radiasi panas matahari akan diserap oleh daun untuk proses fotosintesis dan penguapan seperti terlihat pada reaksi fotosintesis tersebut. Dengan demikian, selain mengurangi CO2 dan meningkatkan O2, tumbuhan juga berfungsi menurunkan suhu udara kota, atau dengan kata lain menyejukkan kota.
Penelitian Parker dan Akbari di AS memperlihatkan penanaman pohon lindung di sekitar rumah tinggal akan menurunkan suhu udara sekitar 30 C, sehingga penggunaan energi listrik pada rumah tinggal yang ber-AC berkurang hingga sekitar 30%, karena secara teori penurunan suhu sekitar 10 C setara dengan penurunan energi sekitar 10%. Dapat disimpulkan penurunan udara hingga 30 C dapat dicapai jika ruang terbuka sekitar bangunan ditanami pohon pelindung, dengan pengertian halaman, jalan masuk kendaraan serta halaman parkir terlindung dari radiasi matahari.
Kesimpulan penelitian Parker dan Akbari di atas menunjukkan suatu gambaran kuantitatif mengenai kemampuan tumbuhan untuk mengurangi penggunaan energi pada bangunan di kota yang disebabkan oleh penurunan suhu di sekitar tumbuhan tersebut. Peran taman dan jalur hijau tamoak jelas di sini, bahwa jika taman dan jalur hijau tersebut ditanami cukup tumbuhan, maka penggunaan energi untuk pendinginan bangunan ber-AC pada kawasan kota akan berkurang karena menurunnya suhu udara kota akibat keberadaan tumbuhan tersebut.
Tingkat hijau suatu bangunan atau proyek diukur berdasarkan beberapa kriteria atau parameter, yakni efisiensi penggunaan energi (energy efficiency), efisiensi penggunaan air (water efficiency), perlindungan terhadap lingkungan (environmentla protection), kualitas fisik ruang dalam (inddor environmental quality), aspek hijau lainnya dan inovasi desain (other green features and innovation). (Arsitektur Hijau, Tri Harso Karyono, 2010)
Sektor penting yang sangat berpengaruh dalam konsep arsitektur hijau adalah pelestarian sumber daya alam, diantaranya adalah penggunaan energi BBM. Bangunan berperan sebagai alat untuk mencapai kenyamanan fisik manusia dengan cara memodifikasi lingkungan alamiyah yang tidak diinginkan menjadi lingkungan buatan yang nyaman. Bangunan merupakan 'filter' (penyaring) faktor-faktor alamiah yang menyebabkan ketidaknyamanan: hujan, terik matahari, angin kencang, udara panas tropis agar tidak masuk ke dalam rumah.
Untuk memodifikasi faktor iklim yang tidak dikehendaki tidak sedikit bangunan harus dilengkapi dengan peralatan mekanis. Udara luar yang panas dimodifikasi oleh bangunan dengan bantuan mesin AC menjadi udara dingin. Dalam hal ini dibutuhkan energi listrik untuk menggerakan mesin AC. demikian juga halnya bagi penerangan malam hari atau ketika langit mendung, diperlukan energi listrik untuk lampu penerang.
Cukup banyak bangunan di Indonesia yang dirancang tanpa pertimbangan penghematan energi sehingga berkonsekuensi terhadap tingginya biaya operasional listrik setiap bulannya. Jika bangunan dirancang tanpa pertimbangan energi, maka kesulitan akan muncul dikemudian hari, yakni dalam hal menanggulangi beban operasional listrik yang tinggi serta emisi CO2 dari mesin pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar minyak bumi.
Penghematan energi melalui rancangan arsitektur mengarah pada penghematan penggunaan listrik, baik bagi pendinginan udara, penerangan buatan, atau peralatan listrik lain dalam bangunan. Bagaimana bangunan dirancang sedemikian rupa agar ruangan cukup terang tanpa banyak menggunakan lampu dan agar udara dalam ruang dapat sejuk tanpa bantuan mesin AC.
Bagaimana penerangan dan pendinginan udara dapat dilakukan secara alamiah tanpa menggantungkan peralatan listrik yang konsumtif terhadap energi yang bersumber dari energi fosil. Dengan strategi perancangan yang tepat, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi listrik yang bersumber dari energi fosil.
Hemat energi sebagai bagian penting dalam usaha merancang arsitektur hijau lebih merujuk pada penghematan energi yang tidak terbarukan. Penghematan ini dapat berupa penekanan penggunaan energi (listrik) yang bersumber dari energi fosil, sebagian besar area kota tertutup material keras, suhu udara kota menjadi lebih tinggi dibanding kawasan rural di sekelilingnya. Fenomena yang sering disebut sebagai heat urban island ini menjelaskan bahwa area fisik kota seolah menjadi sebuah pulau yang memancarkan panas di tengah hamparan kehijauan kawasan rural. Bagaimana agar fenomena ini berkurang, dalam arti suhu udara kota tidak jauh berbeda dengan suhu udara kawasan rural atau desa sekitarnya.
Dalam proses fotosintesis di atas tampak bahwa sejumlah panas matahari digunakan untuk mengikat CO2 dengan air, akibatnya suhu udara disekitar tumbuhan turun. Dalam hai ini keberadaan tumbuhan secara langsung atau tidak langsung akan menurunkan suhu udara di sekitarnya, karena radiasi panas matahari akan diserap oleh daun untuk proses fotosintesis dan penguapan seperti terlihat pada reaksi fotosintesis tersebut. Dengan demikian, selain mengurangi CO2 dan meningkatkan O2, tumbuhan juga berfungsi menurunkan suhu udara kota, atau dengan kata lain menyejukkan kota.
Penelitian Parker dan Akbari di AS memperlihatkan penanaman pohon lindung di sekitar rumah tinggal akan menurunkan suhu udara sekitar 30 C, sehingga penggunaan energi listrik pada rumah tinggal yang ber-AC berkurang hingga sekitar 30%, karena secara teori penurunan suhu sekitar 10 C setara dengan penurunan energi sekitar 10%. Dapat disimpulkan penurunan udara hingga 30 C dapat dicapai jika ruang terbuka sekitar bangunan ditanami pohon pelindung, dengan pengertian halaman, jalan masuk kendaraan serta halaman parkir terlindung dari radiasi matahari.
Kesimpulan penelitian Parker dan Akbari di atas menunjukkan suatu gambaran kuantitatif mengenai kemampuan tumbuhan untuk mengurangi penggunaan energi pada bangunan di kota yang disebabkan oleh penurunan suhu di sekitar tumbuhan tersebut. Peran taman dan jalur hijau tamoak jelas di sini, bahwa jika taman dan jalur hijau tersebut ditanami cukup tumbuhan, maka penggunaan energi untuk pendinginan bangunan ber-AC pada kawasan kota akan berkurang karena menurunnya suhu udara kota akibat keberadaan tumbuhan tersebut.
(By: Agus Setiawan, ST)